Latar Belakang Klausul Contoh

Latar Belakang. Dengan terbitnya Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pemerintah menindaklanjuti dengan menerbitkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Inpres tersebut mewajibkan kepada setiap Instansi Pemerintah mulai dari Pejabat Eselon IV, III, dan II mandiri keatas untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan penggunaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan stratejik yang telah dirumuskan sebelumnya. Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepada atasan masing – masing, lembaga – lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas. Laporan tersebut menggambarkan kinerja yang bersangkutan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan RI. memiliki kewajiban untuk menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sesuai dengan Peraturan MenPAN dan RB Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2021 Tentang Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Selain berisi informasi capaian kinerja dan alat komunikasi pertanggungjawaban, Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Tahun 2022 juga berperan sebagai alat kendali, alat penilai dan alat pendorong. Dengan demikian diharapkan laporan ini dapat memberikan gambaran secara komprehensif pencapaian kinerja RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta selama tahun 2022. Maksud disusunnya laporan ini adalah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan program yang diselenggarakan, apakah tujuan dan sasaran program mencapai hasil yang diharapkan, berhasil guna dan berdaya guna optimal. Adapun tujuan penyusunan laporan ini untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai. Selain itu, laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi capaian kinerja Instansi Pemerintah yang digunakan sebagai komunikasi pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja serta sebagai (1) alat kendali (2) alat penilai dan (3) alat pendorong penyeleggaraan kegiatan - kegiatan di lingkungan RSO Prof. dr. R. Soeharso Surakarta.
Latar Belakang. Terselenggaranya Good Governance merupakan persyaratan bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan pengembangan dan penerapan system pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan terukur sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Upaya pembangunan tersebut sejalan dengan TAP MPR RI. No. XI / MPR / 1998 tentang penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme disebutkan salah satu asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas yang yang berfungsi antara lain sebagai alat penilaian kinerja, wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi kecamatan Ambulu dan wujud transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat serta merupakan alat kendali dan alat pemacupeningkatan kinerja setiap unit di Lingkungan kecamatan Ambulu Kinerja kecamatan Ambulu diukur atas dasar penilaian Indikator Kinerja Utama (IKU) yang merupakan indikator keberhasilan pencapaian sasaan strategis sebagaimana telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja kecamatan Ambulu tahun 2022
Latar Belakang. Dalam rangka terselenggaranya good governance diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan sah sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategis yang ditetapkan oleh masing-masing instansi (Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepada atasan masing-masing yang menggambarkan kinerja instansi pemerintah. Kecamatan selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memiliki kewajiban untuk menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang dilengkapi dengan penetapan kinerja sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Biroksasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dengan semangat menuju “Tanjungpinang sebagai Kota yang Maju, Berbudaya dan Sejahtera dalam Harmoni Kebhinekaan Masyarakat Madani”, maka dari hasil pelaksanaannya Kecamatan Tanjungpinang Timur telah menyusun dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kecamatan Tanjungpinang Timur Kota Tanjungpinang Tahun 2020.
Latar Belakang. Diusulkan kepada Rapat untuk menerima pengunduran diri Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx selaku Presiden Komisaris Perseroan dan Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxxx selaku Direktur Perseroan. Perseroan juga mengusulkan untuk mengangkat Xxxxx Xxxxxx Xxxxx selaku Presiden Komisaris yang baru.
Latar Belakang. Mesyuarat Jawatankuasa Bandar Selamat dikehendaki dibentangkan dalam Mesyuarat Penuh Majlis untuk mendapat persetujuan Ahli Mesyuarat sebelum dikemukakan kepada Urusetia NKRA Bandar Selamat (JPBD Semenanjung Malaysia) selaras dengan arahan dan juga keputusan Mesyuarat Jawatankuasa Pemandu Program Bandar Selamat Bil. 2/2010 bertarikh 1 Disember 2010.
Latar Belakang. Sebagai bagian dari Lembaga Jasa Keuangan yang dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi kredibilitas dalam mengelola dana masyarakat dan melayani kebutuhan produk dan jasa perbankan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus diperkuat dengan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualitas dan kompetensi yang handal di semua level jabatan. Dalam upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perilaku SDM tersebut, Otoritas Jasa Keuangan mewajibkan kepada semua BPR untuk mengalokasikan minimal 5% dari total biaya tenaga kerja setiap tahun untuk keperluan pendidikan dan pelatihan bagi SDM BPR. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bagi industri BPR yang saat ini berlaku telah digunakan sejak tahun 2004 berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP/263/MEN/XI/2004 tanggal 26 November 2004 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Keuangan Sub Sektor Perbankan Bidang Bank Perkreditan Rakyat. Seiring dengan perubahan beberapa ketentuan dalam kurun waktu tahun 2004 hingga saat ini dan kebutuhan peningkatan kompetensi SDM BPR, berdasarkan hasil diskusi dengan asosiasi dan praktisi industri BPR dipandang perlu untuk dilakukan kaji ulang atau penyempurnaan terhadap SKKNI tersebut. LPPI sebagai Mitra Kerja Strategis Lembaga Jasa Keuangan, termasuk di dalamnya Bank Perkreditan Rakyat, secara konsisten berfokus untuk pengembangan Sumber Daya Manusia khususnya di lingkup Lembaga Jasa Keuangan, mencakup peningkatan kompetensi (competency), keahlian (skills), dan sikap (attitude). Program kami susun sesuai dengan SKKNI industri BPR yang saat ini berlaku.
Latar Belakang. Dalam setiap kegiatan usahanya, PT Bank Jago Tbk (“Bank”), wajib berpedoman pada berbagai ketentuan terkait dengan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan/Good Corporate Governance (GCG) serta dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan GCG, Bank menyusun Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance Policy) yang lebih komprehensif untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai struktur tata kelola, penerapan manajemen risiko, budaya kepatuhan serta sistem pengendalian internal pada Bank, serta memberikan akuntabilitas atau kejelasan fungsi dan tanggung jawab pada setiap tingkat organisasi Bank.
Latar Belakang. Mata acara kedua akan membahas mengenai perubahan beberapa ketentuan dalam Peraturan Dana Pensiun pada Dana Pensiun Manfaat Pasti Unilever Indonesia (“DPMP”) dan Dana Pensiun Iuran Pasti Unilever Indonesia (“DPIP”) sebagaimana dinyatakan dalam Pernyataan Pendiri DPMP dan DPIP.
Latar Belakang. Meningkatnya kemacetan jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diakibatkan bertambahnya kepemilikan kendaraan, terbatasnya sumber daya untuk pembangunan jalan raya, dan belum optimalnya pengoperasian fasilitas lalu lintas yang ada, merupakan persoalan utama di Kota Semarang. Kemacetan di simpang dan di beberapa jalur lintas kota/kabupaten sudah mencapai tahapan yang kritis dimana hampir ruas jalan mengalami kemacetan di jam-jam sibuk pagi dan sore hari, terutama pada ruas-ruas jalan utama (arteri dan kolektor). Kemacetan menimbulkan dampak negatif yang besar, di mana kota yang tidak efisien transportasinya akan menyebabkan kota tidak nyaman, produktivitas menurun, biaya hidup tinggi, investasi menurun, dan kota tidak menarik lagi bagi pendatang. Dalam jangka panjang berkelanjutan (sustainability) kehidupan kota sebagai pusat kegiatan (center of activites) akan terganggu. Alternatif solusi pemecahan masalah kemacetan ditinjau dari pertumbuhan lalu lintas, penurunan kinerja simpang dan penurunan kinerja jaringan jalan perkotaan di Kota Semarang banyak dimunculkan seperti diantaranya skema ekspansi kapasitas jaringan jalan, dengan membangun jalan baru ataupun pelebaran jalan. Namun hal ini merupakan alternatif yang paling akhir dikarenakan memerlukan biaya yang cukup besar. Dilain pihak, teori transportasi meragukan efektifitas usaha tersebut dalam mengatasi kemacetan, karena pengembangan jaringan jalan dalam skala besar, akan mendorong bertambahnya intensitas kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi, dan pada akhirnya kemacetan akan muncul kembali dalam skala yang lebih besar dan luas. Jumlah kendaraan pribadi yang lebih banyak pada saat-saat tertentu khususnya pada jam puncak sering mengakibatkan kemacetan di beberapa ruas jalan di kota Semarang. Kemacetan ini menyebabkan biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu perjalanan bertambah dimana nilai untuk waktu perjalanan yang berlaku bagi masing- masing orang atau pribadi berbeda-beda. Oleh karena itu penting sekali untuk menganalisa jalur alternatif yang ditinjau dari sisi berkembangnya pertumbuhan volume kendaraan dan nilai ekonomi sehingga dapat diketahui bahwasanya jalur baru atau alternatif mempunyai kinerja yang baik atau buruk dan bagaimana rekomendasinya yang paling efisien. Guna mewujudkan rencana kajian jalan baru maka perlu disusun Belanja Jasa Kerjasama Pihak Ketiga/Jasa Konsultan (Kajian Teknis Jalan Tembus Jabungan - Gedawang).