Pengertian Perjanjian. Berbagai istilah dalam kepustakaan hukum Indonesia menterjemahkan kata “verbintenis” yang merupakan pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code Civil Perancis disamakan dengan istilah perikatan dan “overeenkomst” dalam Buku III KUHPerdata disamakan dengan istilah perjanjian. Xxxxxx Xxxxxx (1980:7,14), istilah perjanjian untuk “verbintenis” dan untuk “overeenkomst” diterjemahkan dengan istilah persetujuan. Mengamati penguraian seperti yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli hukum terhadap terjemahan Buku III KUHPerdata , maka lahirlah perikatan, perutangan serta perjanjian untuk “verbintenis” dan untuk “overeenkomst” melahirkan istilah perjanjian dan persetujuan. Subekti (1982:122), mengemukakan Buku III KUHPerdata berjudul “perihal perikatan” perkataan perikatan “verbintenis” mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian sebab dalam Buku III KUHPerdata diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Sebagian besar dari Buku III KUHPerdata ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian, jadi berisikan hukum perjanjian. Penjelasan, menunjukkan bahwa perikatan-perikatan dapat lahir dari persetujuan atau perjanjian dan juga dapat lahir karena kehendak undang-undang. Perikatan merupakan pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah peristiwa hukum konkrit. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis cenderung menggunakan istilah perjanjian dalam pembahasan selanjutnya. Menurut Xxxxxxxx Xxxxxx (1994:2), perjanjian adalah hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum dari suatu perjanjian. Pengertian-pengertian yang dimaksud disimpulkan bahwasanya hukum perjanjian berada dalam lapangan hukum harta kekayaan. Suatu perjajian paling sedikit menimbulkan satu hak dan satu kewajiban, juga dapat menimbulkan satu atau beberapa perjanjian, tergantung dari jenis perjanjiannya. Perjanjian merupakan hubungan hukum, dalam arti bahwasanya hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup didasarkan atas kesopanan, kepatutan dan kesusilaan. Perjanjian sebagai sumber perikatan berbeda dari sumber perikatan lain yaitu undang-undang, berdasarkan pada sifat kesukarelaan dari pihak yang berkewajiban untuk melakukan prestasi terhadap ...
Pengertian Perjanjian. Pengertian perjanjian itu sendiri, diatur dalam Buku III (tiga) dan Bab II (dua) KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan: “Suatu perjanjian (persetujuan) adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang, atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Pengertian Perjanjian. Perjanjian diatur di dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan bab kedua bagian kesatu sampai bagian keempat. Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi tersebut oleh para Sarjana Hukum dianggap memiliki kelemahan karena disatu pihak kurang lengkap dan dipihak lainnya terlalu luas. Dianggap kurang lengkap karena hanya merumuskan perjanjian sepihak saja padahal dalam kehidupan sehari-hari di samping perjanjian sepihak juga dapat dijumpai suatu perjanjian yang para pihaknya mempunyai hak dan kewajiban. Perjanjian inilah yang disebut dengan perjanjian timbal-balik. Perjanjian timbal-balik ini juga merupakan perjanjian yang seharusnya tercakup dalam batasan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut.24 Sebaliknya dikatakan terlalu luas karena perjanjian menurut Pasal tersebut diartikan sebagai suatu perbuatan. Apabila setiap perjanjian dikatakan sebagai suatu perbuatan maka segala perbuatan baik yang bersifat hukum atau tidak dapat dimasukkan dalam suatu perjanjian misalnya hlm. 45.
Pengertian Perjanjian. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut menurut Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx sebenarnya banyak mengandung kelemahan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini dapat dilihat dari kalimat ”satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata mengikatkan diri bersifat satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusannya adalah saling mengikatkan diri sehingga ada konsensus di antara para pihak;
b. Kata ”perbuatan” juga mencakup tanpa consensus. Pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming). Tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan;
c. Pengertian perjanjian terlalu luas, pengertian perjanjian dalam pasal tersebut adalah terlalu luas karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, xxxxx xxxxx, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal;
d. Perumusan pasal 1313 KUHPerdata tersebut di atas tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas mengikatkan diri untuk apa.52 Berdasarkan alasan yang dikemukan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Beberapa Sarjana Hukum yang memberikan defenisi mengenai perjanjian adalah sebagai berikut:
x. X. Xxxxxxxx menyatakan bahwa: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” 53
Pengertian Perjanjian. Berdasarkan ketentuan pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah: “suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”. Menurut Subekti, perjanjian itu sendiri adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1 Sedangkan menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.2 Dari peristiwa tersebut, timbullah suatu hubungan antara dua orang yang dinamakan perikatan. Hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber-sumber lain. Perjanjian menurut Setiawan adalah “perbuatan huku suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”3Perjanjian menurut Sudikno
1 Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, Cetakan kesembilan belas, Jakarta, Intermasa, hlm 1. 2 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 1990, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm 78. 3 Setiawan, 1987, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, hlm 49. Martokusumo adalah “hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan hak dan kewajiban.”4 Berdasarkan definisi dari pasal 1313 KUHPerdata dan atas dasar pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum tentang adanya kesepakatan atau persetujuan antara orang perorangan atau lebih mengenai hak-hak dan kewajibannya untuk melakukan suatu hal tertentu yang menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan pengertian mengenai perjanjian dan perikatan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan tentang unsur-unsur perjanjian yaitu sebagai berikut :
a. Adanya pihak-pihak yang setidaknya dua pihak
b. Adanya kesepakatan yang terjadi antara para pihak
c. Adanya tujuan yang akan dicapai
d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan Adanya para pihak yaitu sebagai subjek dalam perjanjian. Subjek perjanjian ini dapat berupa manusia dan badan hukum. Subjek badan hukum tersebut harus mampu atau wenang melaksanakan perbuatan hukum seperti telah ditetapkan dalam Undang-undang.
4 Sudikno Martokusumo, 1989, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, hlm 97. Sedangkan objek perjanjian tersebut adalah prestasi yaitu barang s...
Pengertian Perjanjian. Berdasarkan Pasal 1313 Buku III KUHPerdata “
Pengertian Perjanjian. Perjanjian, menurut rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.Walaupun dalam definisi perjanjian diatas, digambarkan adanya suatu perbuatan oleh satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya, definisi ini tidak secara tegas menjelaskan apakahperbuatan tersebut harus merupakan perbuatan hukum atau bukan.1 Xxxx Xxxxxxx dalam bukunya Hukum Perjanjian, memberikan definisi perikatan sebagai berikut :
Pengertian Perjanjian. Perjanjian merupakan Perjanjian yang lahir dari adanya sifat terbuka yang ada pada Buku II Undang-Undang Hukum Perdata (KHUPer). Sifat terbuka di sini memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang dalam kepada para pihak, isi dan bentuk perjanjian tersebut, akan tetapi tidak diperkenankan untuk melanggar peraturan perundang- undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian ini timbul karena adanya hal-hal (persyaratan) yang belum terpenuhi atau adanya hal-hal ( persyaratan) disepakati para pihak harus dipenuhi. Hal-hal tersebut dapat menjadi penghambat terselesaikannya perjanjian jual beli, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni karena faktor belum terpenuhinya persyaratan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan seperti halnya yang ditentukan dalam Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran atau pun faktor kesepakatan penjual/pembeli itu sendiri, misalkan tentang mekanisme pembayarannya. 9 Pengertian Perjanjian jual beli menurut X.Xxxxxxx adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain sertifikat belum ada karena masih dalam proses, belum terjadinya pelunasan harga. Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa pengertian perjanjian merupakan sebuah perjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama atau perjanjian pokoknya.
Pengertian Perjanjian. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain.9 Perikatan itu adalah hubungan hukum. Hubungan hukum itu timbul karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, dan keadaan. Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.10 Dalam perikatan terdapat pihak-pihak yang mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Sesuatu yang dituntut itu disebut prestasi, yang menjadi objek perikatan. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan melahirkan “kewajiban” kepada orang perseorangan atau pihak tertentu yang dapat berwujud salah satu dari tiga bentuk berikut, yaitu untuk:
a. memberikan sesuatu;
b. Melakukan sesuatu;
c. Tidak melakukan suatu tertentu. 11
Pengertian Perjanjian. Istilah perjanjian yang dalam bahasa Inggris disebut dengan contract, di mana kata ini berasal dari terjemahan bahasa bahasa Belanda yaitu overeenkomst.19 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI), perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua orang atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa yang tesebut di persetujuan itu.20 Pasal 1313 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Masih terkait dengan hal di atas, X. Xxxxxxx Prodjodikoro21 memberikan suatu pengertian tentang perjanjian, di mana perjanjian merupakan hubungan hukum yang berkaitan erat dengan harta benda yang dimiliki oleh lebih dari satu pihak, satu pihak ini sepakat mengikatkan dirinya atau membuat janji untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu atau tidak untuk melakukan sesuatu perbuatan, sedangkan satu pihak yang lainnya mempunyai hak untuk meminta pemenuhan kewajiban (prestasi)