KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). (1) Yang dimaksud dengan force majeure adalah segala keadaan atau peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan PARA PIHAK, seperti bencana alam, sabotase, pemogokan, huru-hara, epidemik, kebakaran, banjir, gempa bumi, perang, keputusan Pemerintah atau instansi yang berwenang, kerusakan jaringan listrik, kerusakan sistem dan komunikasi, kerusakan software dan hardware dari PARA PIHAK dan/atau pihak ketiga yang jasanya dimanfaatkan oleh satu pihak, yang menghalangi secara langsung atau tidak langsung untuk terlaksananya Perjanjian Kerjasama ini;
(2) Dalam hal terjadinya satu atau beberapa kejadian atau peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang menyebabkan pelaksanaan Perjanjian Kerjasama ini menjadi terlambat atau tidak dapat dilakukan sama sekali, maka segala kerugian yang timbul menjadi tanggung jawab masing-masing pihak dan hal ini tidak dapat dijadikan alasan oleh salah satu pihak untuk meminta ganti rugi terhadap pihak lainnya dan atau memutuskan Perjanjian Kerjasama ini.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). 9.1. Yang dimaksud dengan “Keadaan Kahar” adalah suatu kejadian atau peristiwa di luar kemampuan wajar suatu pihak sehingga tidak memungkinkan pihak yang bersangkutan melaksanakan kewajibannya berdasarkan KIK, yang dalam hal ini adalah peristiwa atau kejadian sebagai berikut:
9.2. Tak satu Pihak pun bertanggung jawab atas setiap keterlambatan atau kelalaian dalam pelaksanaan kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif yang disebabkan oleh Keadaan Kahar.
9.3. Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, Pihak yang terkena keadaan tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pihak lainnya dan kepada OJK mengenai Keadaan Kahar tersebut dan wajib memberitahukannya kepada para Pemegang Unit Penyertaan. Setiap Pihak dibebaskan dari kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif selama Keadaan Kahar tersebut mempengaruhi pelaksanaan kewajiban oleh Pihak itu.
9.4. Manajer Investasi dapat mengundurkan atau memperpanjang jangka waktu pembayaran pembelian kembali Unit Penyertaan MANULIFE SYARIAH SEKTORAL AMANAHsampai suatu jangka waktu tertentu dimana Manajer Investasi dapat menjual atau mencairkan Efek dalam portofolio MANULIFE SYARIAH SEKTORAL AMANAH dengan harga yang wajar, dengan ketentuan bahwa penundaan atau perpanjangan pembayaran pembelian kembali Unit Penyertaan tersebut baru dapat dilakukan setelah Manajer Investasi memberitahukan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK dan Bank Kustodian.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). Yang dimaksud keadaan kahar (force majeure) adalah kejadian atau peristiwa yang secara layak dan patut tidak dapat dihindarkan atau dielakkan atau berada di luar kemampuan manusia untuk menghindarkan kejadian atau peristiwa tersebut. Kejadian atau peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu: peperangan; xxxx-xxxx; sabotase; pemberontakan; bencana alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor, kebakaran, dan bencana alam lainnya); wabah penyakit; kebijakan (sebagaimana diumumkan oleh instansi yang berwenang); dan pemogokan umum. PIHAK yang mengalami keadaan kahar (force majeure), harus memberitahukan kepada PIHAK lainnya selambat-lambatnya dalam waktu 3x24 jam sejak terjadinya keadaan kahar, yang diikuti dengan pemberitahuan tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak terjadinya keadaan kahar (force majeure) tersebut. PARA PIHAK sepakat bahwa setiap permasalahan yang timbul sebagai akibat dari kejadian atau peristiwa keadaan kahar (force majeure) atau menyebabkan tidak terlaksananya Perjanjian Kerja Sama ini secara tetap akan diselesaikan secara musyawarah.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). 9.1. Yang dimaksud dengan “Keadaan Kahar” adalah suatu kejadian atau peristiwa di luar kemampuan wajar suatu pihak sehingga tidak memungkinkan pihak yang bersangkutan melaksanakan kewajibannya berdasarkan KIK, yang dalam hal ini adalah peristiwa atau kejadian sebagai berikut:
9.2. Tak satu Pihak pun bertanggung jawab atas setiap keterlambatan atau kelalaian dalam pelaksanaan kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif yang disebabkan oleh Keadaan Kahar.
9.3. Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, Pihak yang terkena keadaan tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pihak lainnya dan kepada OJK mengenai Keadaan Kahar tersebut dan wajib memberitahukannya kepada para Pemegang Unit Penyertaan. Setiap Pihak dibebaskan dari kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif selama Keadaan Kahar tersebut mempengaruhi pelaksanaan kewajiban oleh Pihak itu.
9.4. Manajer Investasi dapat mengundurkan atau memperpanjang jangka waktu pembayaran pembelian kembali Unit Penyertaan MANULIFE DANA SAHAM sampai suatu jangka waktu tertentu dimana Manajer Investasi dapat menjual atau mencairkan Efek dalam portofolio MANULIFE DANA SAHAM dengan harga yang wajar, dengan ketentuan bahwa penundaan atau perpanjangan pembayaran pembelian kembali Unit Penyertaan tersebut baru dapat dilakukan setelah Manajer Investasi memberitahukan secara tertulis terlebih dahulu kepada BAPEPAM & LK dan Bank Kustodian.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). 9.1. Yang dimaksud dengan “Keadaan Kahar” adalah suatu kejadian atau peristiwa di luar kemampuan wajar suatu pihak sehingga tidak memungkinkan pihak yang bersangkutan melaksanakan kewajibannya berdasarkan KIK, yang dalam hal ini adalah peristiwa atau kejadian sebagai berikut: - Banjir, gempa bumi, gunung meletus, kebakaran, perang, atau huru-hara di Indonesia yang mempunyai akibat negatif secara material terhadap kondisi pasar modal dan pasar uang yang mengakibatkan Nilai Aktiva Bersih menjadi menurun secara signifikan secara mendadak (crash); atau - Kegagalan sistem perdagangan atau peyelesaian transaksi Efek dalam portofolio MANULIFE SYARIAH SUKUK INDONESIA; atau - Perdagangan Efek baik di Bursa Efek maupun Over-the-Counter (OTC) dihentikan oleh instansi yang berwenang; atau - Terjadi perubahan politik atau ekonomi di Indonesia yang mengakibatkan harga sebagian besar atau keseluruhan Efek dalam portofolio MANULIFE SYARIAH SUKUK INDONESIA turun sedemikian besar dan material sifatnya secara mendadak (crash).
9.2. Tak satu Pihak pun bertanggung jawab atas setiap keterlambatan atau kelalaian dalam pelaksanaan kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif yang disebabkan oleh Keadaan Kahar.
9.3. Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, Pihak yang terkena keadaan tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pihak lainnya dan kepada OJK mengenai Keadaan Kahar tersebut dan wajib mengumumkannya kepada para Pemegang Unit Penyertaan. Setiap Pihak dibebaskan dari kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif selama Keadaan Kahar tersebut mempengaruhi pelaksanaan kewajiban oleh Pihak itu. Pihak tersebut wajib memulai kembali pelaksanaan kewajibannya menurut Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif segera setelah Keadaan Kahar itu berhenti. Kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Prospektus dan Kontrak Investasi Kolektif yang tidak terkena oleh Keadaan Kahar wajib tetap dilaksanakan.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). (1) PARA PIHAK dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam memenuhi ketentuan dalam Perjanjian ini, yang disebabkan atau diakibatkan oleh kejadian diluar kekuasaan PARA PIHAK yang digolongkan sebagai keadaan memaksa (force majeure).
(2) Peristiwa yang dapat digolongkan sebagai kondisi keadaan memaksa (force majeure) antara lain bencana alam (gempa bumi, angin taufan, banjir, dan sejenisnya), wabah penyakit, perang/pemberontakan, huru-hara atau kerusuhan yang berpengaruh pada pelaksanaan perjanjian ini.
(3) Apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure), maka PIHAK yang mengalami force majeure wajib memberitahukan kepada PIHAK lainnya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadi force majeure.
(4) Kondisi force majeure tidak membatalkan Perjanjian ini dan berdasarkan kesiapan dan kondisi PARA PIHAK, pelaksanaan Perjanjian dapat dilanjutkan setelah force majeure berakhir.
(5) Kelalaian atau keterlambatan salah satu PIHAK dalam memenuhi kewajiban memberitahukan keadaan kahar dimaksud pada ayat (3), mengakibatkan tidak diakuinya keadaan kahar tersebut.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi di lapangan dengan laporan tertulis sebagai akibat force majeure, maka dapat dilakukan perubahan lingkup perjanjian atas kesepakatan PARA PIHAK.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). (1) Yang dimaksud keadaan kahar (force majeure) adalah situasi di luar kekuasaan atau kemampuan PARA PIHAK yang berakibat terganggunya pelaksanaan Perjanjian Kerjasama ini antara lain gempa bumi, pemogokan umum, bencana alam, banjir besar, huru-hara, kerusuhan, sabotase, atau adanya kebijakan Pemerintah dalam bidang politik dan ekonomi pada umumnya yang dikuatkan dengan pernyataan tertulis oleh pejabat pemerintah yang berwenang.
(2) PARA PIHAK dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan atau keterlambatan dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan Perjanjian Kerjasama ini yang disebabkan oleh hal-hal di luar kemampuan yang wajar dari PARA PIHAK, dan bukan disebabkan kesalahan PARA PIHAK.
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). Pasal 10
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE) adalah suatu kejadian, keadaan atau situasi yang terjadi diluar kemampuan, kekuasaan PARA PIHAK, antara lain: bencana alam, huru-hara, pemogokan umum, kebakaran, aksi terorisme dan adanya perubahan dalam kebijakan pemerintah Republik Indonesia atau undang-undang yang terkait dengan kegiatan perusahaan PIHAK PERTAMA yang terpengaruh secara langsung terhadap pelaksanaan Perjanjian Hibah Langsung Uang ini;
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE). (1) PARA PIHAK dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam memenuhi ketentuan dalam Perjanjian ini, yang disebabkan atau diakibatkan oleh kejadian diluar kekuasaan PARA PIHAK yang digolongkan sebagai keadaan kahar.
(2) Peristiwa yang dapat digolongkan sebagai keadaan kahar antara lain bencana alam (gempa bumi, angin taufan, banjir, dan sejenisnya), wabah penyakit (Covid-19), perang/pemberontakan, huru-hara atau kerusuhan yang berpengaruh pada pelaksanaan Perjanjian ini.
(3) Apabila terjadi keadaan kahar, maka PIHAK yang mengalami keadaan kahar wajib memberitahukan kepada PIHAK lainnya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadi keadaan kahar.
(4) Keadaan kahar tidak membatalkan Perjanjian ini dan berdasarkan kesiapan dan kondisi PARA PIHAK, pelaksanaan Perjanjian ini dapat dilanjutkan setelah keadaan kahar berakhir.
(5) Kelalaian atau keterlambatan salah satu PIHAK dalam memenuhi kewajiban memberitahukan keadaan kahar dimaksud pada ayat (3), mengakibatkan tidak diakuinya keadaan kahar tersebut.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi di lapangan dengan laporan tertulis sebagai akibat keadaan kahar, maka dapat dilakukan perubahan lingkup perjanjian atas kesepakatan PARA PIHAK.